Senin, 14 Maret 2011

Tsunami Bencana Dahsyat Tak Terbendung

Tsunami Jepang - 11 Maret 2011
Bencana alam tsunami kembali menjadi perbincangan publik setelah tsunami dahsyat menghantam Jepang, 11 Maret 2011. Banyak orang panik, bahkan di Sulawesi, Indonesia yang jaraknya ribuan kilometer dari Jepang juga ikut-ikutan panik karena dikabarkan bencana itu akan sampai ke Indonesia. Tsunami memang menakutkan.

Ada dua kata yang sangat populer dalam beberapa pekan terakhir. Yang paling anyar adalah, Tsunami. Sebelumnya adalah kata yang mirip, Tunisami. Kedua kata itu sama-sama bermakna gelombang atau ombak dahsyat yang sangat mematikan.Bedanya, kata yang pertama merujuk pada gelombang dahsyat lautan akibat pergerakan lempeng bumi, yang menyapu apa saja dan siapa saja di daratan. Sedangkan kata kedua merupakan plesetan dari kata tsunami, merujuk pada gelombang dahsyat aksi unjuk rasa anti-pemerintah akibat pengaruh rakyat Tunisia, yang melanda kawasan Timur Tengah.

Tsunami adalah bencana alam yang paling populer di tengah masyarakat. Kata tsunami banyak dipakai, tidak hanya untuk menyebut bencana alam itu sendiri, namun juga sebagai ungkapan untuk menyebut suatu peristiwa di bidang politik, ekonomi, sosial maupun bidang lainnya, yang datang secara massif dan tiba-tiba, serta menimbulkan kematian masal aspek kehidupan di bidang bersangkutan.

Kata tsunami berasal dari bahasa Jepang, 津=tsu yang berarti pelabuhan, dan 波=nami yang berarti gelombang, sehingga secara harafiah dapat diartikan sebagai”ombak besar di pelabuhan.” Sementara, secara ilmiah, tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut.

Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1.000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang.

Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter.

Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.

Gempa Bawah Laut 500 SM

Sejarawan Yunani bernama Thucydides (460 SM–395 SM) merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah laut. Dalam bukunya History of the Peloponnesian War (500 SM) dia mengatakan: “Laut di Orobiae, di Euboea, menarik dirinya dari garis pantai, kemudian kembali dalam gelombang besar dan menyapu sebagian besar kota, lalu mundur menenggelamkan segala sesuatu (yang dibawanya) di bawah air, sehingga apa yang dulunya merupakan daratan sekarang menjadi lautan.”

Apa yang diungkapkan Thucydides itu merupakanj fenomena alam yang terjadi pada suatu musim panas ketika bangsa Peloponnesia bersama sekutu mereka, di bawah komando Agis, anak Archidamus, berangkat menyerbu Attica. Namun ketika pasukan sekutu tersebut sampai di Tanah Genting, banyak gempa bumi terjadi. Penyerbuan itu akhirnya gagal total.

Menurut Thucydides dalam bukunya tersebut, gelombang laut dahsyat yang muncul setelah terjadi gempa itu, membinasakan sebagian besar penduduk di pemukiman dekat pantai, dalam waktu singkat. Karena mereka tidak sempat lagi menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi. Katanya lagi, sebuah gelombang laut serupa juga terjadi di Atalanta, pulau lepas pantai Locrian Opuntian, menghanyutkan bagian dari benteng Athena dan menghancurkan salah satu dari dua kapal yang dibuat di pantai.

“Penyebabnya, menurut saya, fenomena ini harus dicari dalam gempa. Titik di mana di mana daya rusaknya paling ganas, adalah ketika gelombang terdorong mundur ke arah laut, kemudian , tiba-tiba bergulung-gulung menuju daratan dengan kekuatan berlipat ganda, menyebabkan genangan tersebut. Tanpa gempa saya tidak melihat bagaimana bencana seperti ini bisa terjadi.”

Pengetahuan Minim

Meski sudah “diisyarahkan” berkaitan dengan gempa bawah laut sejak tahun 500 Sebelum Masehi, namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami. Teks-teks geologi, geografi, dan oseanografi di masa lalu menyebut tsunami sebagai “gelombang laut seismik”.

Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa meter diatas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.

Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi.

Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga memberika kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian yang menyamakan dengan “pasang-surut” meliputi “kemiripan” atau “memiliki kesamaan karakter” dengan gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami juga tidak lagi hanya terbatas pada pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.

Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 195 tsunami telah terjadi. Indonesia, juga cukup sering dilanda tsunami. Yang sangat fenomenal menurutu catatan sejarah, adalah tsunami akibat letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883, kemudian tsunami Aceh pada tahun 2004 di mana 250 ribu lebih nyawa melayang. Sejak bencana di Aceh itu, beberapa kali peristiwa tsunami yang menelan korban jiwa juga melanda Indonesia.

Sistem Peringatan Dini

Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atu permukaan laut yang terknoneksi dengansatelit.

Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama denganperangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960.

Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965. Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.

Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan.

Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat.

Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia

Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami.

Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS).

Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi(Ristek). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan Info Gempa dan Peringatan Tsunami adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa terjadi.

Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko, Peramalan, Peringatan, dan Reaksi. Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut), Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.

Sistem peringatan dini telah dipasang, demikian juga berbagai upaya antisipasi pencegahan dampak bencana, seperti pembangunan tembok penangkal tsunami di Jepang. Toh demikian, maut massal yang mengiringi bencana tsunami tetap saja tak dapat dihindarkan. Bahkan, bukti-bukti historis menunjukkan bahwa megatsunami seperti yang digambarkan dalam film The day After Tomorrow atau 2012, yang menyebabkan beberapa pulau dapat tenggelam, mungkin saja terjadi. Tapi, sepanjang Tuhan masih mengizinkan kita bernafas, upaya untuk mengeliminasi jatuhnya korban, tak boleh berhenti. ins, tio

(surabayapost.co.id)

source

0 komentar:

 

Home | Van Football | Van Music | Back To Top

Van Port All © Template Design by Van RaYen

Selamat Datang

Selamat datang di Vanportal Blog - saya senang Anda berada di sini, dan berharap Anda sering datang kembali. Silakan berselancar di sini dan membaca lebih lanjut tentang artikel yang kami susun. Ada banyak hal tentang kami, Anda mungkin akan menemukan sesuatu yang menarik.

Sepintas Tentang

Nama saya Rian, Saya seorang freelance Web Developer, Designer, Blogger. Spesialisasi pada Blogger blogs, CSS, Codeigniter, jQuery

Navigasi

Social Stuff